hsi 7 halaqah 9
Halaqah09 Beriman Dengan Takdir dan Mengambil Sebab Bagian 1. Halaqah-10 Beriman Dengan Takdir dan Mengambil Sebab Bagian 2. Halaqah-11 Beriman Dengan Takdir dan Mengambil Sebab Bagian 3. Halaqah-12 Aliran Sesat Yang Menyimpang Di Dalam Masalah Takdir. Halaqah-13 Dua Macam Iradah Atau Keinginan Allāh.
Sejaktahun 2013, HSI (Halaqah Silsilah Ilmiyyah) AbdullahRoy menghadirkan program belajar online tentang Aqidah Islam secara ta'shil (terstruktur dan berkesinambungan) yang diasuh dan dibimbing oleh Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A. Hafidzhahullahu Ta'ala.
Halaqah07; HSI 07 - 06 Shuhuf Ibrahim. By. admin - October 23, 2019. 0. Facebook. Twitter. Google+. Pinterest. WhatsApp. RELATED ARTICLES MORE FROM AUTHOR. HSI 07 - 25 Buah Beriman Dengan Kitab-Kitab. HSI 07 - 24 Penyimpangan Dalam Hal Iman Dengan Kitab Allah. HSI 07 - 23 Hukum Membaca Kitab-Kitab Sebelum Al-Qurān.
Halaqah- 01 Pengertian Kitab Secara Bahasa dan Syariat. Halaqah - 02 Pentingnya Beriman Dengan Kitab-kitab Allah. Halaqah - 03 Wahyu. Halaqah - 04 Beriman Bahwasanya Kitab Ini Benar-benar Turun Dari Allah. Halaqah - 05 Beriman Dengan Nama2, Kitab2 Allah Yang Kita Ketahui Namanya. Halaqah - 06 Shuhuf Ibrahim.
Halaqahyang ke-9 dari Silsilah 'Ilmiyyah Beriman Dengan Kitab-kitab Allah adalah tentang "Kitab At-Taurah (Bagian 2)". Diantara kabar yang kita ketahui tentang Kitab Taurat di dalam Al-Quran dan Al-Hadits, Ke-3 : Bahwasanya Allah telah menulis At-Taurah dengan tangan-Nya.
lực từ tác dụng lên đoạn dây. السلام عليكم ورحمة الله وبركاته الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين Halaqah yang ke sembilan dari Silsilah Ilmiyyah Beriman dengan Takdir Allah adalah tentang “Beriman dengan Takdir dan Mengambil Sebab Bagian 1”. Seorang yang beriman selain diperintah untuk beriman dengan takdir Allah juga diperintah untuk mengambil sebab dan bertawakal kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla dan tidak bertawakal kepada sebab tersebut. Rezeki sudah ditakdirkan oleh Allah azza wa jalla dan kita diperintahkan untuk mencari rezeki yang halal. Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman, فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ [QS Al-Jumu’ah 10] “Kemudian apabila sudah selesai shalat Jum’at maka hendaklah kalian menyebar di permukaan bumi dan carilah dari karunia Allah dan perbanyaklah di dalam mengingat Allah, semoga kalian beruntung.” Dan Allah berfirman, …ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ… [QS Al-Baqarah 275] “Dan Allah telah menghalalkan jual beli.” Dan di dalam sebuah hadits Rasulullah ﷺ bersabda, لَأَنْ يَحْتَزِمَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةَ مِنْ حَطَبٍ فَيَحْمِلَهَا عَلَى ظَهْرِهِ فَيَبِيعَهَا خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ رَجُلًا يُعْطِيهِ أَوْ يَمْنَعُهُ “Sungguh salah seorang di antara kalian mencari satu ikat kayu bakar kemudian mengangkatnya di atas punggungnya lebih baik daripada dia meminta orang lain, baik diberi atau tidak diberi.” [HR Al Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu] Dan beliau ﷺ bersabda, لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا “Seandainya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah niscaya kalian akan diberi rezeki, sebagaimana burung diberi rezeki. Pagi-pagi mereka pergi dalam keadaan lapar dan datang di sore hari dalam keadaan kenyang.” [HR At Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah] Dan burung di dalam mencari rezeki tidak hanya berdiam diri dan berpangku tangan di sarangnya tetapi dia pergi mencari sebab di dalam mendapatkan rezeki tersebut. Dan dahulu para Nabi alaihimussalam bekerja dan mereka adalah orang-orang yang beriman dengan takdir Allah. Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman, وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ ۗ… [QS Al-Furqan 20] “Dan Kami tidaklah mengutus sebelummu seorang Rasul pun kecuali mereka memakan makanan dan pergi ke pasar” Dan di dalam sebuah hadits Rasulullah ﷺ bersabda, كَانَ زَكَرِيَّا نَجَّاراً . “Dahulu Nabi Zakaria adalah seorang tukang kayu.” [HR Muslim] Dan Nabi Musa alaihissalam pernah bekerja sebagai seorang penggembala untuk orang yang shaleh dari Madyan selama beberapa tahun, sebagaimana Allah Subhānahu wa Ta’āla sebutkan di dalam surat Al Qashash ayat 27. Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته Abdullah Roy Di kota Al-Madinah Materi audio ini disampaikan di dalam Grup WA Halaqah Silsilah Ilmiyyah HSI Abdullah Roy.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين Halaqah yang ke tujuh belas dari Silsilah Ilmiyyah Beriman dengan Takdir Allah adalah tentang “Peran Do’a di Dalam Beriman dengan Takdir Allah”. Takdir telah tertulis, akan tetapi bukan berarti seseorang meninggalkan berdo’a kepada Allah. Berdo’a adalah bagian dari mengambil sebab yang diperintahkan untuk mendapatkan kebaikan dunia maupun kebaikan akhirat. Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman, وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ [QS Ghafir 60] “Dan berkata Rabb kalian, hendaklah kalian berdo’a kepada-Ku niscaya Aku akan mengabulkan untuk kalian.” Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman, وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ… [QS Al-Baqarah 186] “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang diri-Ku, maka sesungguhnya Aku adalah dekat mengabulkan do’anya orang yang berdo’a kepada-Ku.” Dan do’a adalah ibadah, sebagaimana sabda Nabi ﷺ, الدعاء هو العبادة ”Do’a itu adalah ibadah.” [Hadits Shahih diriwayatkan oleh Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, dan Ibnu Majah] Dan Rasulullah ﷺ bersabda, وﻻ ﻳﺮﺩ ﺍﻟﻘﺪﺭ ﺇﻻ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ “Dan tidak menolak Al Qadar kecuali do’a.” [Hadits Hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah] Dan bukanlah yang dimaksud dengan do’a bisa menolak takdir, bahwa do’a bisa melawan takdir Allah yang sudah Allah tulis, akan tetapi makna Al Qadar disini adalah Al Muqoddar, yaitu sesuatu yang ditakdirkan, artinya do’a bisa menjadi sebab berubahnya keadaan yang ditakdirkan oleh Allah menjadi keadaan lain yang juga ditakdirkan oleh Allah. Contoh seseorang ditakdirkan sakit kemudian dia berdo’a kepada Allah meminta kesembuhan kemudian Allah mengabulkan do’anya dan menakdirkan kesembuhan bagi orang tersebut. Dan do’a yang dipanjatkan oleh seseorang kepada Allah adalah bagian dari takdir Allah. Lalu bagaimana dikatakan bahwa doa bisa melawan takdir Allah azza wajalla. Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته Abdullah Roy Di kota Al-Madinah Materi audio ini disampaikan di dalam Grup WA Halaqah Silsilah Ilmiyyah HSI Abdullah Roy. Post navigation
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه Halaqah yang ke sembilan dari Silsilah Ilmiyyah Penjelasan Kitab Al-Ushulu As-Sittah yang dikarang oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah. Kemudian beliau mengatakan, ثُمَّ صَارَ الْأَمْرُ إِلَى أَنَّ الافْتِرَاقَ فِي أُصُوْلِ الدِّيْنِ وَفُرُوْعِهِ هُوَ الْعِلْمُ وَالْفِقْهُ فِي الدِّيْنِ Kemudian setelah itu di zaman beliau di zaman sekarang jadilah bahwasanya berpecah belah di dalam agama, baik di dalam ushul agama pokok-pokok agama maupun di dalam cabang-cabangnya dinamakan dengan ilmu dan fiqih di dalam agama. Di zaman sekarang kata beliau, Sebagian mengatakan bahwasanya berpecah belah di dalam agama adalah termasuk pemahaman fiqih. Artinya orang yang mengatakan, “Boleh kita berpecah belah, kita memiliki kebebasan untuk berakidah, kebebasan untuk beribadah, kebebasan untuk menganut kepercayaannya masing-masing.” Dianggap ucapan ini sebagai bentuk pemahaman terhadap agama. Orang yang paham terhadap agama, maka dia akan membebaskan manusia untuk berakidah, untuk memiliki kepercayaan masing-masing. Kemudian beliau mengatakan, وَصَارَ الْأَمْرُ بِالاجْتِمَاعِ فٍي دين لَا يَقُوْلُهُ إِلَّا زِنْدِيْقٌ أَوْ مَجْنُوْنٌ Perintah untuk berkumpul dan bersatu di dalam agama, sebagian mengatakan bahwasanya ini adalah tidak diucapkan kecuali oleh seorang yang zindiq, seorang pendusta, atau orang yang gila. Jadi dianggapnya, orang yang mengajak manusia untuk bersatu padu di dalam hak, di dalam kebenaran, dianggap orang yang zindiq atau orang yang gila. Tidak mungkin kita semua bersatu, tidak boleh kita mengajak orang lain untuk mengikuti kebenaran. Mereka berkata, “Biarkan masing-masing memiliki kepercayaan masing-masing, tidak boleh saling menganggu satu dengan yang lain.” Apabila ada sebagian yang mengajak untuk bersatu di dalam kebenaran, meninggalkan akidah yang bathil, meninggalkan kepercayaan yang tidak benar, dianggapnya orang yang seperti ini adalah orang gila atau orang zindiq. Dan ini yang terjadi di zaman beliau, demikian pula di zaman kita. Orang yang ber-amar ma’ruf nahi munkar, mengajak orang lain untuk memiliki akidah yang benar, memiliki tauhid yang benar, melarang mereka untuk memiliki akidah yang salah, kepercayaan yang salah, dianggapnya ini adalah orang yang majnun orang gila atau orang yang zindiq. Adapun orang yang membiarkan kepercayaan-kepercayaan tersebut, membiarkan akidah-aqidah tersebut tersebar diantara masyarakat, maka ini dianggap sebagai orang yang paham tentang agamanya. Dan ini tentunya kebalikan dari apa yang sudah Allah jelaskan di dalam Al Qur’an dan telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallāhu alayhi wa sallam di dalam hadits-hadits yang shahih. Ini adalah pokok yang ke dua yang ingin dijelaskan oleh pengarang di dalam kitab ini, yaitu kesimpulannya • Perintah dari Allah Subhānahu wa Ta’āla pada kita semua kaum muslimin untuk saling bersatu di dalam al haq kebenaran • Larangan bagi kita untuk saling berpecah belah di dalam agama kita. Dan apabila terjadi perselisihan diantara kita, diantara kaum muslimin baik dalam masalah akidah, baik dalam masalah ibadah, baik masalah halal dan juga haram, maka Allah dan Rasul-Nya telah memberikan jalan keluar. Di dalam Al Qur’an, Allah Subhānahu wa Ta’āla mengatakan, يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ “Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian taat kepada Allah, dan hendaklah kalian taat kepada Rasul, dan juga pemerintah kalian penguasa kalian. Maka apabila kalian saling berselisih di dalam satu perkara, baik dalam masalah akidah, masalah ibadah, masalah yang lain, maka hendaklah kalian kembalikan kepada Allah, dan juga kepada Rasul-Nya.” QS. An-Nisa 59 Dikembalikan kepada Allah, dikembalikan kepada Al Qur’an, dilihat apakah sesuai dengan Al Qur’an atau tidak pendapat kita. Kembalikanlah kepada Rasul, kembalikan kepada hadits Nabi shallallāhu alayhi wa sallam, apakah pendapat kita sesuai dengan hadits Rasulullah shallallāhu alayhi wa sallam atau tidak. Kalau sesuai, maka kita amalkan dan kalau tidak sesuai maka harus kita tinggalkan. Dan ini kata Allah, “Apabila kalian benar-benar beriman kepada Allah dan beriman kepada hari akhir hendaklah kalian mengembalikan perselisihan kita kepada Allah dan juga Rasul-Nya.” Apabila diantara dua orang saling berselisih, satunya mengatakan sunnah, satunya mengatakan tidak disunnahkan, maka masing-masing harus mengembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Kalau Allah dan Rasul-Nya mengatakan Sunnah, maka semuanya harus sami’na wa atha’na mendengar dan taat tidak boleh ada diantara kita yang memiliki pilihan yang lain di dalam perpecahan ini. Apabila Allah mengatakan A, dan Rasul-Nya mengatakan A, maka semuanya harus mengatakan A tersebut. Di dalam hadits Rasulullah shallallāhu alayhi wa sallam mengatakan, فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَ فًا كَثِيْرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ “Sesungguhnya barangsiapa yang hidup diantara kalian setelahku, maka dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka hendaklah kalian berpegang teguh dengan Sunnah-ku dan Sunnah para khulafaur rasyidin.” Hadits riwayat Abu Dawud dan At Tirmidzi Ketika melihat perselisihan yang banyak, perpecahan yang banyak diantara umat, maka petunjuk Beliau shallallāhu alayhi wa sallam supaya kita kembali kepada sunnah beliau dan juga kepada sunnah para khulafaur rasyidin. Ini adalah petunjuk Allah dan Rasul-Nya ketika terjadi perselisihan. Itulah yang bisa kita sampaikan pada kesempatan kali ini, semoga apa yang kita sampaikan bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada pertemuan yang akan datang. والله تعالى أعلم والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته Materi audio ini disampaikan di dalam grup WA Halaqah Silsilah Ilmiyyah HSI Abdullah Roy.
*Beriman Dengan Takdir Allāh* *Halaqah 7 Cara Beriman Dengan Takdir Allah Bag 4* 🌐 _link audio_ •┈┈┈┈┈•❁﷽❁•┈┈┈┈┈• السلام عليكم ورحمة الله وبركاته الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين Halaqah yang ke Tujuh dari Silsilah Ilmiyyah Beriman Takdir Allāh *Cara Beriman Dengan Takdir Allah Bag 4*. Diantara Cara Beriman Dengan Takdir Allāh dengan mengimani tingkatan Takdir yang ke-3 yaitu Masyiiatullah / kehendak Allāh dan yang dimaksud adalah beriman bahwa apa yang Allāh kehendaki pasti terjadi & apa yang tidak Allāh kehendaki maka tidak akan terjadi dan apa yang ada dilangit & di bumi berupa bergeraknya sesuatu atau diam nya sesuatu maka dengan kehendak Allāh & tidak mungkin terjadi dikerajaan Allāh Subhānahu wa Ta’āla apa yang tidak dikehendaki-Nya. Diantara dalilnya dari Alquran adalah firman Allāh إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ [QS Ya-Sin 82] “Sesungguhnya perkara Allāh apabila menginginkan sesuatu adalah mengatakan *JADILAH* Maka jadilah dia” Dan Allāh berfirman وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا ۚ… [QS Yunus 99] “Dan seandainya Rabb mu mungkin menghendaki niscaya akan beriman seluruh yang ada dibumi” Dan Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ… [QS Ali Imran 26] “Katakanlah Ya Allāh yang memiliki kerajaan, Engkau memberi kekuasaan kepada siapa yang Engkau kehendaki & mencabut kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendaki & Engkau memuliakan siapa yang Engkau kehendaki & menghinakan siapa yang Engkau kehendaki” Dan Allāh berfirman وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ [QS At-Takwir 29] “Dan tidaklah kalian menginginkan kecuali dengan kehendak Allāh Rabb semesta alam” Adapun dari As-Sunnah, maka Rasulullãh ﷺ bersabda ▫️ لا يقل أحدُكم اللهمَّ اغفر لي إن شئتَ ، ارحمني إن شئتَ ، ارزقني إن شئتَ ، وليَعزِمْ مسألتَه ، إنَّهُ يفعلُ ما يشاءُ ، لا مُكْرِهَ لهُ “Janganlah salah seorang dari kalian mengatakan Ya Allāh ampunilah aku jika Engkau menghendaki, sayangilah aku jika engkau menghendaki, berilah aku rezeki apabila engkau menghendaki. Maka hendaklah dia menguatkan permintaan karena Allāh melakukan apa yang dikehendaki tidak ada yang memaksanya”. [HR Bukhori] Berkata Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah مَا شِئْتَ كَانَ، وإنْ لم أشَأْ – وَمَا شِئْتُ إن لَمْ تَشأْ لَمْ يكنْ “Apa yang Engkau kehendaki ya Allāh terjadi, meskipun aku tidak menghendakinya & apa yang aku kehendaki kalau Engkau tidak menghendakinya maka tidak akan terjadi” [atsar ini dikeluarkan oleh Al Lalikai didalam kitab beliau Syarhu Ushuli Itiqadi Ahli sunnati wal Jamaah Minal kitabi wa Sunnah Wa ijmai shahabat IV-702] Itulah yang bisa kita sampaikan pada Halaqah kali ini & sampai bertemu kembali pada Halaqah selanjutnya. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته _*Abdullāh Roy*_ Materi audio ini disampaikan di dalam Grup WA *Halaqah Silsilah Ilmiyyah HSI Abdullāh Roy.* 🖊Ibnu Mukri •┈┈┈┈┈┈•❁❁•┈┈┈┈┈┈•
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين Halaqah yang ke tujuh dari Silsilah Ilmiyyah Beriman dengan Takdir Allah adalah tentang “Cara Beriman dengan Takdir Allah Bagian 4”. Diantara Cara Beriman dengan Takdir Allah adalah dengan mengimani tingkatan takdir yang ke-3 yaitu 3. Masyiiatullah atau Kehendak Allah. Dan yang dimaksud adalah beriman bahwa apa yang Allah kehendaki pasti terjadi dan apa yang tidak Allah kehendaki maka tidak akan terjadi. Dan apa yang ada di langit dan di bumi berupa bergeraknya sesuatu atau diamnya sesuatu maka dengan kehendak Allah dan tidak mungkin terjadi di kerajaan Allah Subhānahu wa Ta’āla apa yang tidak dikehendaki-Nya. Diantara dalilnya dari Al Qur’an adalah firman Allah, إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ [QS Ya-Sin 82] “Sesungguhnya perkara Allah apabila menginginkan sesuatu adalah mengatakan Jadilah.’, maka jadilah dia.” Dan Allah berfirman, وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا ۚ… [QS Yunus 99] “Dan seandainya Rabb-mu menghendaki niscaya akan beriman seluruh yang ada di bumi.” Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman, قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ… [QS Ali Imran 26] “Katakanlah, Ya Allah yang memiliki kerajaan, Engkau memberi kekuasaan kepada siapa yang Engkau kehendaki dan mencabut kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau memuliakan siapa yang Engkau kehendaki dan menghinakan siapa yang Engkau kehendaki.” Dan Allah berfirman, وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ [QS At-Takwir 29] “Dan tidaklah kalian menginginkan kecuali dengan kehendak Allah Rabb semesta alam.” Adapun dari As-Sunnah, maka Rasulullah ﷺ bersabda, ▫️ لا يقل أحدُكم اللهمَّ اغفر لي إن شئتَ ، ارحمني إن شئتَ ، ارزقني إن شئتَ ، وليَعزِمْ مسألتَه ، إنَّهُ يفعلُ ما يشاءُ ، لا مُكْرِهَ لهُ “Janganlah salah seorang dari kalian mengatakan Ya Allah ampunilah aku jika Engkau menghendaki, sayangilah aku jika engkau menghendaki, berilah aku rezeki apabila engkau menghendaki.’ Maka hendaklah dia menguatkan permintaannya karena Allah melakukan apa yang Dia kehendaki, tidak ada yang memaksanya”. [HR Bukhori] Berkata Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah, مَا شِئْتَ كَانَ، وإنْ لم أشَأْ – وَمَا شِئْتُ إن لَمْ تَشأْ لَمْ يكنْ “Apa yang Engkau kehendaki ya Allah, terjadi, meskipun aku tidak menghendakinya dan apa yang aku kehendaki kalau Engkau tidak menghendakinya maka tidak akan terjadi.” [Atsar ini dikeluarkan oleh Al Lalika-i di dalam kitab beliau Syarhu Ushuli Itiqadi Ahli Sunnati wal Jamaah Minal Kitabi wa Sunnah Wa Ijmai Shahabah Jilid IV halaman 702] Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته Abdullah Roy Di kota Al-Madinah Materi audio ini disampaikan di dalam Grup WA Halaqah Silsilah Ilmiyyah HSI Abdullah Roy. Post navigation
hsi 7 halaqah 9